Kirab Ala Koruptor
Tak seperti hari biasanya, hari ini suasana kota yang dilewati oleh sungai terpanjang di Jawa ini terasa sedikit mistis. Aku lahir dan dibesarkan di kota ini. Kota pecahan kerajaan Mataram akibat perjanjian Giyanti. Kota yang terkenal dengan keramahan masyarakatnya. Kota yang memiliki binatang keramat yang diberi nama Kyai Slamet.
Awan kian berarak dan hari pun mulai bergulir senja. Sang surya meronta-ronta meloloskan sinarnya di sela-sela awan, melukis garis-garis transparan lurus berwarna jingga bak selendang dewi yang terkibas oleh buaian angin. Sungguh pemandangan alam yang makin menonjolkan kesan sakral pada kota yang masih melestarikan budayanya di tengah hiruk pikuk modernisasi.
Di tengah perjalanan pulang menuju rumah, kakiku tertahan oleh pemandangan menarik di sudut kota. Banyak wanita dan laki-laki berumur memakai pakaian adat Jawa tengah sibuk hilir mudik mempersiapkan suatu event akbar yang hanya digelar setahun sekali. Tak ayal, aku seperti kembali ke masa kejayaan kerajaan Mataram kuno. Para abdi dalem tak henti-hentinya berlalu lalang membawa tetek bengek sesaji dan benda-benda yang apalah itu namanya.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, ritual malam 1 Syuro kali ini pasti akan membawa keramaian tersendiri di sepanjang jalan-jalan utama kota Solo. Jalan yang tengah malam nanti akan berubah menjadi catwalk bagi sang Kyai. Di jalan-jalan ini pula, berkah-berkah yang keluar dari bagian paling belakang binatang keramat ini diperebutkan.
Walaupun aku lahir dan besar di kota ini, namun tak pernah sekalipun aku menyaksikan sakralnya ritual tahunan ini dengan mata kepalaku sendiri. Bukan karena aku tak mencintai budaya warisan leluhurku, namun karena aku tidak terlalu nyaman berada di tengah-tengah keramaian. Aku lebih suka menyaksikan beritanya di headline koran esok hari. Kembali ke soal kerbau Kyai Slamet, setiap tahunnya binatang ini selalu menjadi tontonan gratis yang selalu berhasil menarik hati banyak masyarakat, baik penduduk lokal maupun wisatawan. Berjuta pasang mata selalu tertuju pada satu obyek, yaitu sang Kyai keramat.
Seperti dugaanku, koran hari ini memampang berita ritual 1 Syuro semalam. Masyarakat tumpah ruah memenuhi tiap-tiap badan jalan. Keramaian di tengah malam. Keasyikanku membaca koran mulai terusik dengan beberapa artikel yang kebanyakan mengupas tentang korupsi, entah itu kesuksesan pihak berwajib dalam menangani kasus korupsi atau malah borok petinggi negeri ini yang dengan entengnya membuka bursa dagang hukum. Jual beli hukum peradilan, mafia peradilan, dan suap sana suap sini tak lebih seperti kejadian wajar yang dilakukan tersangka korupsi tiap kali kebusukannya tercium. Itu baru kasus-kasus yang terkuak, lalu bagaimana dengan kasus korupsi yang pelakunya masih dapat melenggang enteng?
Ku lipat koran, ku sandarkan kepala, dan ku pejamkan mata sejenak, mengahayal tentang nasib negeriku kelak, tentang nasib anak cucu penerus negeri ini nanti. Hukum yang ditegakkan di negeri ini tak ada bedanya dengan sampah yang tak akan pernah membuat pelaku korupsi jera. Kalaupun mereka divonis penjara, dengan mudahnya mereka dapat mendesain ulang kamar penjara mereka agar setipe dengan interior apartemen berbintang lima. Bagi mereka tak ada masalah selama uang yang berbicara. Hukum sudah tidak memiliki wibawa lagi. Tak bisa membunuh penyakit moral yang terlanjur mengakar kuat di masyarakat kita. Lalu bagaimana jika adat yang berbicara? Apakah akan membawa hasil yang lebih signifikan?
Koruptor tidak perlu diadili di ruang sidang dengan menghadirkan saksi, tim pembela hukum, jaksa, penuntut umum, dan tidak perlu mendengar keputusan hakim. Jika pelaku terbukti bersalah dengan adanya barang bukti cukup dijatuhi hukuman selama satu hari saja. Untuk apa dihukum hingga bertahun-tahun, toh di dalam buih tikus pengerat uang rakyat ini juga masih bisa hidup bermewah-mewahan bahkan melebihi kehidupan orang bebas lainnya. Selain menghemat ruang tahanan, koruptor pun juga tidak perlu banyak mengeluarkan biaya untuk membayar tim penasehat hukum plus sogokan-sogokan kepada aparat-aparat nakal. Kedua belah pihak saling beruntung bukan?
Koruptor cukup diarak keliling daerah dengan pakaian rombeng layaknya pengemis. Tempat arak-arakan disesuaikan dengan wilayah melakukan korupsi, Jika terbukti melakukan korupsi lingkup desa, cukup diarak di jalan-jalan desa. Namun jika korupsi yang dilakukan hingga menguras trilyunan uang negara, koruptor dapat diarak di ibu kota negara dengan syarat semua stasiun TV lokal, nasional, bahkan mancanegara meliputnya secara live.
Arak-arakan dilengkapi dengan sesaji berupa kembang setaman, kemenyan, dan tetek bengek lainnya dengan harapan tuyul yang bersarang di tubuh sang koruptor dapat pergi. Tak ubahnya seperti kirab kerbau Kyai Slamet, kirab koruptor pun akan menyedot banyak perhatian masyarakat. Pemilik sirkus pun akan gulung tikar jika setiap hari ada saja koruptor yang menjalani prosesi kirab ini. Negara pun akan diuntungkan karena kirab semacam ini berpeluang menjadi obyek wisata yang mampu mendatangkan turis-turis mancanegara.
Di akhir kirab, semua sesaji yang telah diarak dilarung ke laut dengan harapan tuyul yang merasuki sang koruptor dapat hanyut bersama sesaji yang dilarung. Setelah itu, sang koruptor akan menjalani ritual mandi kembang di hadapan masyarakat yang menyaksikan. Melalui perwakilan lima agama, LSM, dan pemuka masyarakat sang koruptor akan menikmati guyuran air kembang dengan harapan ia akan memulai hidup baru yang lebih bersih.
Setelah semua prosesi ini selesai dilakukan, koruptor akan diarak pulang kembali ke rumahnya dengan pakaian putih pertanda ia akan memulai hidup yang lebih baik lagi. Semua rangkaian kirab ini akan dijalankan asal masyarakat tidak membuat onar dengan melempari koruptor ataupun mengeluarkan kata-kata kasar. Tidak perlu kesan beringas ataupun galak, melalui tawa pun kita dapat mengantisipasi menjalarnya penyakit masyarakat ini. Hidup sudah susah, maka jangan dibuat semakin susah. Berantas korupsi dengan cara sederhana namun mengena.
————————————————————————————————————————-
Artikel tamu, ditulis oleh Lina Aoi. Mahasiswi Arsitektur UNS semester akhir, penulis, jurnalis, kolomnis sebuah harian, dan editorial sebuah penerbitan. Tulisan ini hanya contoh artikel dalam Anti Korupsi BlogPost Competition (tulisan ini tidak diikutkan dalam kompetisi).
————————————————————————————————————————-
Bagi sahabat-sahabat blogger yang belum tahu tentang Anti Korupsi BlogPost Competition, latar belakang kompetisi ini bisa dibaca di artikel sebelumnya. Sedangkan kelengkapan kompetisi dapat dilihat pada menu Kompetisi, Pendaftaran, dan Banner.
Saya masih menunggu tulisan temen-temen.. dan terima kasih pula buat sahabat-sahabat yang sudah mendaftarkan artikelnya… matur nuwun atas partisipasinya yaaa.. ^^
.
45 Komentar di “Kirab Ala Koruptor”
pertamaaa…
udh ada ide bwt antikorupsi, tp pikiran msh blom sanggup bwt mnuangkan dlm tulisan. smga sblum hbs wktunya, tulisannya bs slese. Amiiiinn…
cepetan donk say.. ^^ *halaaaaaah*
ampun pemerintaaaaaaaah…
gw udah kirim artikel…malu sesungguhnya gw ikut kompetisi ini…hick…hick…hick…coz gw gak bisa nulis…gak menang gak papa yg penting ikut partisipasi krn gw gak bisa ikut ama kawan-kawan turun kejalan…kl gw ikut turun kejalan kan berarti bolos kerja..itu berarti gw korupsi waktu…wkwkwwkwkwkkw…kl dipecat adis minum susu dari mana….
weh.. punyakmu keren kok.. masuk nominasi kayak’e.. ^^ serius niiih..
koruptor harusnya tampilkan fotonya dan profile juga kasus korupsinya di website resmi khusus koruptor, biar kapok!!!
setuju.. !!
tulisan yang keren dan mantap bro, kirab koruptor andai bisa direalisasikan ya 🙂
seandainya.. he..he..
hehe, iso ae idenya. tp salut tulisannya. keren
he’eh.. ide yg aneh.. he.he.. ada-ada aja ye.. hihi *moga2* yg nulis gak baca
wow…. koyok ngene to contone…
hmmm………..
*bingung memutar ide korupsi*
halaah… gak usah kaya’ yg di atas euy.. terserah aja apa isi hatimu *ciee..cieee..* yg lucu-lucu juga gak papa kok.. ^^
Wah, artikelnya mantap. Kalau diikutkan sudah pasti jawara. Terimakasih ya mas, artikelku telah diterima sebagai peserta. Maaf, idenya tidak jauh-jauh dari sastra hehehe, sesuai content blog saya tentunya. Tapi semoga bisa menginspirasi banyak orang termasuk para pengambil kebijakan. Itu yang terpenting. Menang bukan soal.
artikelnya bang Ivan keren kok.. malah terlihat ‘beda’ dengan yg lain – aku sendiri malah gak ngerti ternyata budaya korup tuh ada hubungannya juga dengan sastra.. siip.. ^^
Oh ya, mas. Saya baru saja edit dan menambah paragraphnya. Khawatir dengan persyaratan harus minimum 1000 kata, ms words times new roman.hehehe, tidak apa-apa kan diedit lagi?
gak papa.. ^^ nyantai aja..
Wah punyaku dah dipajang to ? hehhee, sik asik asik.
Wah bukannya malah naik derajatnya kalau diarak, setara sama Kiai Slamet no 🙂
Mas Ben
http://bentoelisan.blog.com
ha..ha.. bener juga ya mas.. ^^
ide ada, kok nulisnya jadi susah ya???
hmmm… mengalir bagai air aja deh…
banjir lah jadinya
hehehhe..
pokok’e ditunggu..! he.he..
Cerita yang menarik, tapi kalimatnya kok panjang-panjang ya. Bikin mata cepat capek nih.
iya bang.. ^^ memang terkesan begitu.. btw, artikel mas agus mana nih?
ho-oh sam aq soko kauman neng mbuk soko nusukan neng adis lahir neng jkt…btw koq ora iso ngisi buku tamu yo? kata klarivikasine salah terus
ooo.. wong kauman to? he.he.. sorry kang.. iki Guestbook’ke nyat lagi direnovasi.. sak’iki wes iso maneh kudune
waw!
baru denger kirab ala koruptor
pasti ada unsur duit ama tikusnya nih
Yuk.. dari Jogja membahasa Korupsi…
met siang semua
akuk masih ngoles draft yg ga jadi-jadi neh
Salam kenal juga ya…
Tulisan yang menarik. Kalau bisa dijalankan cara seperti ini, hal ini merupakan sebuah shock-teraphy yang cukup ampuh buat para kuruptor. Namun jangan lupa, jika yg dikorupsnya adalah uang negara/rakyat/perusahaan, maka dilakukan penyitaan harta senilai yang dikorupsinya.
Mengenai kompetisinya, saya tertarik juga mengikutinya. Ntar saya coba dulu ya, cos saya gak mudah menuangkannya ke tulisan.
ditunggu artikelnya.. he.he..
kereen deh..
pengen banget nulis pake bahasa baku..sayangnya aku gak bisa..hihihi
Halah.. wong udah keren gitu kok..
ulasanya menarikk
berbakat nuy buad menulis heheh
berkunjung dan ditunggu kunjungan baliknya makasih 😀
i am still fighting
lanjutkan!!! he.he..
salam sejahtera
saya akan segera mengikuti lombanya
tinggal tahap penyelesaian akhir artikelnya doank
do’ain ya
makasih bang.. kita tunggu yaah.. ^^
Jadi punya ide sebenarnya pas baca yang ini, ntr kalo jadi ikut balik lagi deh….,
Klo panjang tulisan kurang dari 1000 didiskualifikasi toh kang…???
Klo panjang tulisan kurang dari 1000 kATA didiskualifikasi toh kang…??? weleh nggonku gur separone jew…
kalo berbentuk uraian memang disarankan minimum 1000 kata mas, tapi kalo berbentuk puisi seperti punyak’e njenengan, ya gak mungkin lah kalau dipaksakan 1000 kata.. ^^ kita coba memahami itu mas
waduh, artikelku belum jadi2 neh Mas… gimana ya…. 🙂
Asalkan disiplin, kirab ini pasti akan berjalan dengan sukses.. he..
Q sangat mendukung tuk kut serta dalam pembrantasan kasus korupsi yg sdang menimpa negri tercnta q ni. Tpi syng, kayaknya ga semudah tu tuk kta brantas para koruptor2 yg dilaknat tu.
ya perlu kta akui, kta sekarang hidup di akhir zaman. So q pribadi ga za berwat pa2 yg lbih tuk tu, q hnya za berdoa n minimal kita sendri ga perti mrka.Cma q hnya kwatir ja, pa mereka2 siap tuk berhadapan langsung dngan azab n siksa allah?
Bla da kata2 q yg krang berkenan, q pribadi mohon maf.
makasih tas ilmunya n salam knal.
waduh, artikelku belum jadi2 neh Mas… gimana ya…. 🙂